Bedanya TKA dan Nilai Rapor dalam Menilai Kemampuan Siswa
Dalam sistem seleksi pendidikan tinggi di Indonesia, Tes
Kemampuan Akademik (TKA) dan nilai rapor sekolah sering menjadi dua
indikator penting yang sama-sama digunakan untuk menilai kemampuan siswa.
Namun, keduanya memiliki pendekatan yang sangat berbeda.
Jika nilai rapor menggambarkan proses belajar jangka panjang di sekolah, maka
TKA berfungsi sebagai tolok ukur objektif untuk menilai kemampuan
akademik secara nasional. Lantas, apa perbedaan mendasar antara keduanya, dan
mengapa hasil TKA sering dianggap lebih adil?
1. Ketimpangan Sistem Penilaian Antar Sekolah
Salah satu tantangan besar dalam dunia pendidikan Indonesia
adalah ketidaksamaan standar penilaian antar sekolah. Kurikulum,
kualitas guru, hingga cara menilai siswa sering kali bervariasi.
Sebagai contoh, nilai rapor 90 di satu sekolah belum tentu setara dengan nilai
90 di sekolah lain. Hal ini bisa dipengaruhi oleh perbedaan tingkat
kesulitan soal, kedisiplinan evaluasi, atau bahkan kebijakan sekolah terhadap
kenaikan nilai.
Akibatnya, sulit bagi pihak universitas atau lembaga seleksi
nasional untuk menggunakan rapor sebagai satu-satunya dasar seleksi. Di
sinilah peran TKA menjadi penting: menyediakan alat ukur yang sama dan
setara bagi seluruh siswa Indonesia, tanpa memandang latar belakang
sekolah.
2. Keunggulan Asesmen Eksternal Seperti TKA
Berbeda dengan nilai rapor, TKA merupakan asesmen
eksternal yang terstandar secara nasional.
Artinya, setiap peserta menghadapi soal dengan tingkat kesulitan dan sistem
penilaian yang sama. Tes ini dirancang untuk mengukur kemampuan berpikir
kritis, logika analitis, dan penguasaan konsep akademik dasar.
Keunggulan TKA terletak pada tiga hal utama:
- Objektivitas
tinggi – karena tidak dipengaruhi subjektivitas guru.
- Komparabilitas
nasional – hasil dapat dibandingkan antarwilayah.
- Akurasi
dalam mengukur potensi akademik, bukan sekadar hafalan atau nilai
harian.
Dengan pendekatan seperti ini, TKA menjadi alat ukur
kemampuan yang lebih reliabel untuk menentukan kesiapan siswa melanjutkan
studi ke perguruan tinggi.
3. Kombinasi Ideal: Nilai Rapor dan Hasil TKA
Meski TKA lebih objektif, nilai rapor tetap memiliki
peran penting.
Rapor menunjukkan konsistensi, sikap belajar, dan proses perkembangan siswa
selama beberapa tahun. Sementara TKA memberikan gambaran aktual tentang
kemampuan berpikir dan penguasaan konsep akademik.
Maka dari itu, sistem seleksi yang ideal seharusnya mengombinasikan
keduanya:
- Nilai
rapor untuk menilai proses dan karakter belajar,
- TKA
untuk menilai kompetensi akademik secara adil dan setara.
Kombinasi ini tidak hanya memperkuat kredibilitas seleksi, tetapi juga menggambarkan profil kemampuan siswa secara menyeluruh.
4. Mendorong Pemerataan dan Transparansi Seleksi
Penggunaan TKA dalam seleksi PTN juga mencerminkan upaya
menciptakan sistem pendidikan yang lebih transparan dan berkeadilan.
Dengan data hasil tes yang seragam, universitas dapat melakukan proses seleksi
berbasis merit (kemampuan) tanpa dipengaruhi faktor eksternal seperti reputasi
sekolah atau daerah asal siswa.
Selain itu, hasil TKA juga dapat dimanfaatkan untuk pemetaan
mutu pendidikan antarwilayah, seperti yang dijelaskan dalam artikel utama “TKA
dan Mutu Pendidikan Kita.”
Dengan demikian, TKA bukan hanya alat seleksi, tetapi juga instrumen penting
dalam reformasi pendidikan nasional.
Sinergi Nilai Rapor dan TKA untuk Sistem Pendidikan yang Lebih Adil
Nilai rapor dan TKA sama-sama penting, tetapi berperan di
bidang yang berbeda.
Jika rapor menilai proses belajar dan sikap akademik, maka TKA menilai kemampuan
berpikir dan penguasaan konsep.
Dengan menggabungkan keduanya, Indonesia dapat memiliki sistem seleksi dan
evaluasi pendidikan yang lebih adil, terukur, dan menyeluruh.